Semarang|JejakKASUS.Biz.id– Fasilitas Umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos) memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Namun, perubahan fungsi beberapa fasum di sekitar Stasiun Tawang, Semarang, menjadi sorotan warga karena keterbatasan akses publik yang dirasakan.
Stasiun Tawang, yang berlokasi di Jalan Taman Tawang No. 1, Semarang Utara, merupakan stasiun besar tipe A dengan panjang 175 meter pada ketinggian +2 meter di atas permukaan laut. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai perubahan terjadi di area sekitar stasiun ini, yang menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Alih Fungsi Ruang Hijau dan Jalan Raya
Dulunya, lahan hijau di depan Stasiun Tawang digunakan warga untuk aktivitas olahraga seperti jogging. Namun, area tersebut kini beralih fungsi menjadi folder air sebagai bagian dari upaya pengendalian banjir. Meski dianggap strategis untuk mengatasi banjir, masyarakat merasa kehilangan ruang publik untuk olahraga dan aktivitas lainnya.
Selain itu, akses jalan raya di depan stasiun yang dahulu bebas digunakan kini berubah menjadi area parkir pribadi. Hal ini memicu keresahan warga karena harus membayar tiket untuk melintasi jalan tersebut. Situasi ini semakin parah saat akhir pekan, di mana akses menuju Kota Lama kerap ditutup, mengganggu mobilitas masyarakat.
Kerjasama Naming Rights dan Dampaknya
Pada 17 April 2023, nama Stasiun Tawang resmi berubah menyusul perjanjian antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Bank Jateng melalui program Naming Rights. Program ini bertujuan meningkatkan kesadaran merek (brand awareness) Bank Jateng di masyarakat.
Pengelolaan area parkir di Stasiun Tawang kini dipegang oleh PT Reska Multi Usaha, anak usaha PT KAI yang mengelola layanan parkir di berbagai stasiun. Namun, warga menilai perubahan ini justru membatasi akses mereka ke ruang publik.
Protes Warga dan Harapan Solusi
Warga Semarang mengeluhkan perubahan ini dan meminta Pemerintah Kota Semarang serta PT KAI untuk mengembalikan fungsi awal fasilitas umum sebagai ruang publik. Menurut warga, fasum seharusnya tidak dijadikan lahan parkir, karena hal ini bertentangan dengan hak masyarakat atas akses fasilitas bersama.
“Sangat disayangkan kalau ruang publik yang dulu bisa digunakan semua orang, sekarang harus bayar. Kami harap ada solusi dari pemerintah,” ujar salah satu warga.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT KAI maupun Pemerintah Kota Semarang terkait keluhan masyarakat ini.
Reporter: Yanto